Gaya
Bahasa
Gaya bahasa juga biasanya disebut dengan majas.
Gaya
bahasa terbagi 4, yaitu :
- Perbandingan
- Penegasan
- Pertentangan
- Sindiran
1. Gaya Bahasa
Perbandingan
a. Metafora :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan suatu benda dengan benda lain yang
mempunyai sifat sama atau hampir sama.
Contoh :
1. Kupu-kupu malam itu sudah beterbangan di
Taman Maluku.
2. Raja
siang telah pergi ke peraduannya.
3. Dewi
malam muncul dari peraduannya.
4. Si jago
merah membakar rumah penduduk.
b.
Personafikasi :
Gaya bahasa
dengan memperbandingkan benda mati atau tidak dapat bergerak seolah-olah
bernyawa dan dapat berperilaku seperti manusia.
Contoh:
1. Angin
berbisik, membelai rambut gadis itu.
2. pagi itu
pucuk-pucuk teh menggeliat ditimpa cahaya matahari.
c. Asosiasi :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang
sesuai dengan keadaan, gambaran, dan sifatnya.
Contoh:
1. Wajahnya
muram bagai bulan kesiangan.
2. Semangatnya
keras bagai baja.
d. Alegori :
Gaya bahasa yang memperlihatkan perbandingan utuh, membentuk suatu
kesatuan yang menyeluruh.
Contoh:
1. Mereka
akan mendayung bahtera hidup.
e. Tropen :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan suatu pekerjaan dengan kata-kata
lain yang mengandung pengertian sejalan.
Contoh:
1. Kemarin
dia terbang ke Jakarta.
2. Ia
mengubur dirinya sehingga tidak terdengar lagi suaranya.
f. Metonimia :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan sesuatu dengan merek dagang atau
nama barang untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau dikerjakan sehingga
kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan.
Contoh:
1. Ia naik kijang kalau pergi ke kantor.
2. Tolong
belikan kami fanta saja.
g. Litotes :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan sesuatu dengan kata-kata yang
berlawanan dengan kenyataan guna merendahkan diri.
Contoh :
1. Datanglah ke gubuk orang
tuaku.
2. Silakan dicicipi makanan
ala kadarnya ini!
h. Eufimisme :
Gaya bahasa dengan mengganti suatu pengertian dengan kata lain yang
hampir sama artinya dengan maksud untuk menjaga sopan santun.
Contoh:
1. Orang itu sudah berubah
akal.
kata berubah akal dalam kalimat tersebut artinya gila.
2. Permisi Bu, minta izin ke
belakang.
i. Hiperbola :
Gaya bahasa yang melukiskan peristiwa atau keadaaan dengan cara
berlebih-lebihan dari sesungguhnya.
Contoh:
1. Hatiku terbakar mendengar
kabar itu.
2. Tangisnya menyayat hati
orang lain.
j. Alusio :
Gaya bahasa dengan menggunakan ungkapan atau peribahasa yang lazim.
Contoh:
1. Bergaul dengannya cukup
makan hati.
Makan hati dalam kalimat tersebut artinya sakit hati.
2. Kakek itu tua-tua keladi,
sudah tua makin menjadi.
k.
Antonomasia:
Gaya bahasa dengan menyebutkan nama lain terhadap seseorang yang sesuai
dengan sifat orang tersebut.
Contoh:
1. Si pincang itu kini telah
tiada.
2. Lihat si kribo tidak ada
hari ini?
I. Pars
prototo:
Gaya bahasa sinekdoke yang melukiskan sebagian untuk seluruhnya.
Contoh:
1. Taufik Hidayat menjuarai
Piala Sudirman tahun ini.
2. Ke mana saja kamu, baru
kelihatan lagi batang hidungnya?
m. Totem
Proparte:
Gaya bahasa sinekdoke yang melukiskan seluruh untuk sebagian.
Contoh:
1. Jawa Barat pernah keluar
sebagai juara umum.
2. Sekolah kami menjuarai
pemilihan pelajar teladan.
n. Prifase:
Gaya bahasa yang mengganti sebuah kata dengan frase atau sebuah
kalimat.
Contoh:
1. Kami
tiba ketika matahari akan tenggelam di ufuk barat. (maksudnya tiba sore
hari).
2. Gaya Bahasa
Penegasan
a. Pleonasme:
Gaya bahasa yang mempergunakan kata yang sebenarnya tidak perlu karena
arti kata tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkannya.
Contoh:
1. Kamu maju ke depan!
2. Saya melihat kejadian itu
dengan mata kepalaku sendiri.
b. Repetisi
(pengulangan):
Gaya bahasa dengan mengulang kata dalam kalimat berbeda. Repetisi biasa
digunakan ketika berpidato.
Contoh:
1. Cinta
adalah keindahan. Cinta adalah kebahagiaan. Cinta adalah pengorbanan.
2. Kita
telah bebas. Bebas dari penindasan. Namun, kita belum bebas dari kemiskinan.
c. Tautologi :
Gaya bahasa dengan mengulang kata dalam sebuah
kalimat.
Contoh :
1.
Disuruhnya aku bersabar, bersabar terus, hingga kapan harus bersabar
terus?
2. Segalanya
serba berubah, serba bergerak, dan serba tumbuh lalu mati.
d. Anafora :
Gaya bahasa paralelisme dengan mengulang kata pada awal baris dalam
puisi.
Contoh:
1. Malam ini saya teringat
kamu.
2. Malam ini saya ingin
berjumpa denganmu.
3. Malam ini selalu kusebut
namamu.
e. Epipora :
Gaya bahasa pararelisme yang mengulang kata di akhiran baris dalam
puisi.
Contoh:
1. Kalau kau mau aku akan
datang.
2. Kalau kau suka aku akan
datang.
3. Kalau kau minta aku akan
datang.
f. Klimaks:
Gaya bahasa dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama
makin memuncak (dari kecil ke besar).
Contoh :
1. Semuanya ikut berfoto
bersama.
2. Lebaran
yang lalu saya sungkem kepada kakak, ibu, dan nenek.
3. Anak-anak,bahkan
orang tua sekarang suka musik dang dut.
g. Antiklimaks
:
Gaya Bahasa dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama
makin menurun (dari besar ke kecil).
Contoh :
1. Jangankan
sepuluh ribu, lima ribu, bahkan seribu pun tidak ada.
2. Dari
pejabah tinggi, menegah, sampai rendah hadir dalam acara itu.
h. Retoris :
Gaya bahasa dengan mempergunakan kalimat tanya yang tidak membutuhkan
jawaban.
Contoh :
1. Siapa yang melarangmu
berbuat bijak?
2. Kalian tidak menginginkan
hal ini terjadi bukan?
i. Koreksio:
Gaya bahasa dengan memperbaiki kata yang salah atau disengaja salah.
Contoh:
Hari ini dia sakit ingatan ...e maaf, sakit kepala maksudku.
J. Asidenton :
Gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut tanpa kata
sambung.
Contoh:
Kemeja, dasi, sepatu, kaos kaki dibelinya dari toko itu.
k.
Polisindenton:
Gaya bahasa yang menyatakan
beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan kata sambung.
Contoh :
Saya datang kemudian bertanding lalu menang.
i. Enumerasio
:
Gaya bahasa dengan melukiskan satu peristiwa agar keseluruhan maksud
lebih jelas.
Contoh:
Angin berhembus, laut tenang, bulan memancarkan sinarnya.
3. Gaya Bahasa
Pertentangan
a. Antitesis:
Gaya bahasa dengan mempergunakan kata-kata berlawanan arti (antonim)
Contoh :
1. Cantik
atau jelek, kaya atau miskin bukan ukuran nilai seorang wanita.
2. Tinggi
rendahnya derajat seseorang ditentukan oleh kelakuannya.
b. Paradoks :
Gaya bahasa seolah maksudnya berlawanan, tetapi sebetulnya tidak karena
sesungguhnya objeknya berbeda.
Contoh :
1. Hatinya
sunyi tinggal di kota Jakarta yang ramai itu.
2. Ia mati
kelaparan di tengah-tengah kekayaan yang melimpah.
c. Okupasi :
Gaya bahasa mengandung bantahan yang kemudian diberi penjelasan.
Contoh:
Candu merusak kehidupan, itu sebabnya pemerintah mengawasi dengan
keras, tetapi si pecandu tetap tidak dapat menghentikan kebiasaannya.
d.
Kontradiksio interminis :
Gaya bahasa memperlihatkan pertentangan dengan penjelasan semula.
Contoh :
1. Murid-murid kelas ini
hadir kecuali si Adri sedang sakit.
2.
Anak-anakku tidak pernah tinggal kelas kecuali yang ketiga pernah tidak
lulus ujian.
4. Gaya Bahasa
Sindiran
a. Sarkasme:
Gaya bahasa dengan mempergunakan kata yang tidak dianggap tidak sopan.
Contoh :
1. Cih, mukamu seperti
monyet jika aku melihatmu!
2. He, anjing... sini lu
kalau berani!
b. Sinisme:
Gaya bahasa dengan mempergunakan kata-kata sebaliknya, tetapi kasar
atau tidak sopan.
Contoh :
1. Pukullah aku kalau berani!
2. Muntah aku melihat kamu!
c. Gaya bahasa
dengan menyatakan sebaliknya dengan maksud menyindir.
1. Merdu benar suaramu
hingga terbangun aku.
2. Harum sekali ya badanmu,
sana pergi!
Thanks
BalasHapusMateri Belajar Gratis