Kamis, 05 September 2013

Gaya Bahasa (Majas)



Gaya Bahasa

Gaya bahasa juga biasanya disebut dengan majas.
           Gaya bahasa terbagi 4, yaitu :
- Perbandingan
- Penegasan
- Pertentangan
- Sindiran

1.   Gaya Bahasa Perbandingan
a.   Metafora :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan suatu benda dengan benda lain yang mempunyai sifat sama atau hampir sama.
Contoh :
1.   Kupu-kupu malam itu sudah beterbangan di Taman Maluku.
2.   Raja siang telah pergi ke peraduannya.
3.   Dewi malam muncul dari peraduannya.
4.   Si jago merah membakar rumah penduduk.
b.   Personafikasi :
      Gaya bahasa dengan memperbandingkan benda mati atau tidak dapat bergerak seolah-olah bernyawa dan dapat berperilaku seperti manusia.
Contoh:
1.   Angin berbisik, membelai rambut gadis itu.
2.   pagi itu pucuk-pucuk teh menggeliat ditimpa cahaya matahari.
c.   Asosiasi :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan, gambaran, dan sifatnya.
Contoh:
1.   Wajahnya muram bagai bulan kesiangan.
2.   Semangatnya keras bagai baja.
d.   Alegori :
Gaya bahasa yang memperlihatkan perbandingan utuh, membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh.
Contoh:
1.    Mereka akan mendayung bahtera hidup.
e.   Tropen :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan suatu pekerjaan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian sejalan.
Contoh:
1.   Kemarin dia terbang ke Jakarta.
2.   Ia mengubur dirinya sehingga tidak terdengar lagi suaranya.
f.   Metonimia :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan sesuatu dengan merek dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau dikerjakan sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan.
Contoh:
1.   Ia naik kijang kalau pergi ke kantor.
2.   Tolong belikan kami fanta saja.
g.   Litotes :
Gaya bahasa dengan memperbandingkan sesuatu dengan kata-kata yang berlawanan dengan kenyataan guna merendahkan diri.
Contoh :
1.   Datanglah ke gubuk orang tuaku.
2.   Silakan dicicipi makanan ala kadarnya ini!
h.   Eufimisme :
Gaya bahasa dengan mengganti suatu pengertian dengan kata lain yang hampir sama artinya dengan maksud untuk menjaga sopan santun.
Contoh:
1.   Orang itu sudah berubah akal.
kata berubah akal dalam kalimat tersebut artinya gila.
2.   Permisi Bu, minta izin ke belakang.

i.   Hiperbola :
Gaya bahasa yang melukiskan peristiwa atau keadaaan dengan cara berlebih-lebihan dari sesungguhnya.
Contoh:
1.   Hatiku terbakar mendengar kabar itu.
2.   Tangisnya menyayat hati orang lain.

j.   Alusio :
Gaya bahasa dengan menggunakan ungkapan atau peribahasa yang lazim.
Contoh:
1.   Bergaul dengannya cukup makan hati.
Makan hati dalam kalimat tersebut artinya sakit hati.
2.   Kakek itu tua-tua keladi, sudah tua makin menjadi.
k.   Antonomasia:
Gaya bahasa dengan menyebutkan nama lain terhadap seseorang yang sesuai dengan sifat orang tersebut.
Contoh:
1.   Si pincang itu kini telah tiada.
2.   Lihat si kribo tidak ada hari ini?
I.    Pars prototo:
Gaya bahasa sinekdoke yang melukiskan sebagian untuk seluruhnya.
Contoh:
1.   Taufik Hidayat menjuarai Piala Sudirman tahun ini.
2.   Ke mana saja kamu, baru kelihatan lagi batang hidungnya?
m.   Totem Proparte:
Gaya bahasa sinekdoke yang melukiskan seluruh untuk sebagian.
Contoh:
1.   Jawa Barat pernah keluar sebagai juara umum.
2.   Sekolah kami menjuarai pemilihan pelajar teladan.
n.   Prifase:
Gaya bahasa yang mengganti sebuah kata dengan frase atau sebuah kalimat.
Contoh:
1.   Kami tiba ketika matahari akan tenggelam di ufuk barat. (maksudnya tiba sore hari).
2.   Gaya Bahasa Penegasan
a.   Pleonasme:
Gaya bahasa yang mempergunakan kata yang sebenarnya tidak perlu karena arti kata tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkannya.
Contoh:
1.   Kamu maju ke depan!
2.   Saya melihat kejadian itu dengan mata kepalaku sendiri.
b.   Repetisi (pengulangan):
Gaya bahasa dengan mengulang kata dalam kalimat berbeda. Repetisi biasa digunakan ketika berpidato.
Contoh:
1.   Cinta adalah keindahan. Cinta adalah kebahagiaan. Cinta adalah pengorbanan.
2.   Kita telah bebas. Bebas dari penindasan. Namun, kita belum bebas dari kemiskinan.
c.   Tautologi :
Gaya bahasa dengan mengulang kata dalam sebuah kalimat.
Contoh :
1.   Disuruhnya aku bersabar, bersabar terus, hingga kapan harus bersabar terus?
2.   Segalanya serba berubah, serba bergerak, dan serba tumbuh lalu mati.
d.   Anafora :
Gaya bahasa paralelisme dengan mengulang kata pada awal baris dalam puisi.
Contoh:
1.   Malam ini saya teringat kamu.
2.  Malam ini saya ingin berjumpa denganmu.
3.  Malam ini selalu kusebut namamu.
e.   Epipora :
Gaya bahasa pararelisme yang mengulang kata di akhiran baris dalam puisi.
Contoh:
1.   Kalau kau mau aku akan datang.
2.   Kalau kau suka aku akan datang.
3.  Kalau kau minta aku akan datang.
f.   Klimaks:
Gaya bahasa dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin memuncak (dari kecil ke besar).
Contoh :
1.   Semuanya ikut berfoto bersama.
2.   Lebaran yang lalu saya sungkem kepada kakak, ibu, dan nenek.
3.  Anak-anak,bahkan orang tua sekarang suka musik dang dut.
g.   Antiklimaks :
Gaya Bahasa dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin menurun (dari besar ke kecil).
Contoh :
1.   Jangankan sepuluh ribu, lima ribu, bahkan seribu pun tidak ada.
2.   Dari pejabah tinggi, menegah, sampai rendah hadir dalam acara itu.
h.   Retoris :
Gaya bahasa dengan mempergunakan kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban.
Contoh :
1.   Siapa yang melarangmu berbuat bijak?
2.   Kalian tidak menginginkan hal ini terjadi bukan?
i.   Koreksio:
Gaya bahasa dengan memperbaiki kata yang salah atau disengaja salah.
Contoh:
Hari ini dia sakit ingatan ...e maaf, sakit kepala maksudku.
J.   Asidenton :
Gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut tanpa kata sambung.
Contoh:
Kemeja, dasi, sepatu, kaos kaki dibelinya dari toko itu.
k.   Polisindenton:
Gaya bahasa yang menyatakan  beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan kata sambung.
Contoh :
Saya datang kemudian bertanding lalu menang.
i.   Enumerasio :
Gaya bahasa dengan melukiskan satu peristiwa agar keseluruhan maksud lebih jelas.
Contoh:
Angin berhembus, laut tenang, bulan memancarkan sinarnya.
3.   Gaya Bahasa Pertentangan
a.   Antitesis:
Gaya bahasa dengan mempergunakan kata-kata berlawanan arti (antonim)
Contoh :
1.   Cantik atau jelek, kaya atau miskin bukan ukuran nilai seorang wanita.
2.   Tinggi rendahnya derajat seseorang ditentukan oleh kelakuannya.
b.   Paradoks :
Gaya bahasa seolah maksudnya berlawanan, tetapi sebetulnya tidak karena sesungguhnya objeknya berbeda.
Contoh :
1.   Hatinya sunyi tinggal di kota Jakarta yang ramai itu.
2.   Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaan yang melimpah.
c.   Okupasi :
Gaya bahasa mengandung bantahan yang kemudian diberi penjelasan.
Contoh:
Candu merusak kehidupan, itu sebabnya pemerintah mengawasi dengan keras, tetapi si pecandu tetap tidak dapat menghentikan kebiasaannya.
d.   Kontradiksio interminis :
Gaya bahasa memperlihatkan pertentangan dengan penjelasan semula.
Contoh :
1.   Murid-murid kelas ini hadir kecuali si Adri sedang sakit.
2.   Anak-anakku tidak pernah tinggal kelas kecuali yang ketiga pernah tidak lulus ujian.
4.   Gaya Bahasa Sindiran
a.   Sarkasme:
Gaya bahasa dengan mempergunakan kata yang tidak dianggap tidak sopan.
Contoh :
1.   Cih, mukamu seperti monyet jika aku melihatmu!
2.   He, anjing... sini lu kalau berani!
b.   Sinisme:
Gaya bahasa dengan mempergunakan kata-kata sebaliknya, tetapi kasar atau tidak sopan.
Contoh :
1.   Pukullah aku kalau berani!
2.   Muntah aku melihat kamu!

c.   Gaya bahasa dengan menyatakan sebaliknya dengan maksud menyindir.
1.   Merdu benar suaramu hingga terbangun aku.
2.   Harum sekali ya badanmu, sana pergi!

1 komentar: